aryaningsih janatiti

Selasa, 23 April 2013

PENGAWET ALAMI BUNGA CENGKEH


 
Cengkih merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah aroma. Bagi masyarakat Indonesia, cengkeh merupakan salah satu bumbu rempah yang biasa digunakan di dapur. Namun, sebenarnya masih banyak manfaat dibalik tampilan sederhana cengkeh. Apa saja yang mampu dilakukan cengkeh yang kemudian disebut sebagai rempah super oleh para peneliti?
Cengkeh kini diyakini sebagai rempah-rempah super karena dianggap memiliki kandungan antioksidan alami yang tinggi. Demikian diungkap peneliti asal Spanyol. Kandungan senyawa phenolic merupakan kunci dari tingginya antioksidan pada cengkeh.
Antioksidan sangat penting untuk menjaga makanan tetap segar dan penemuan itu dapat berimplikasi luas terhadap industri makanan sekaligus bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian itu disebut sebagai salah satu alasan positif untuk mendorong semakin banyaknya produk alami seperti cengkeh yang dapat digunakan untuk mengganti antioksidan sintetis yang banyak digunakan pabrikan untuk pengawet makanan.
Profesor Fernandez Lopez mengatakan, hasil penelitian itu menunjukkan kandungan oksidan alami dalam rempah-rempah yang biasa digunakan dalam diet Mediterania, merupakan salah satu pilihan utuk industri makanan selama karakteristik dari makanan tak terpengaruh. “Cengkeh terbukti mengandung antioksidan tinggi dan dapat bermanfaat bagi kesehatan,” ujar Lopez. Para peneliti juga sekaligus meneliti efek antioksidan dalam beberapa minyak serta rempah lain yang biasa digunakan dalam pola makan Mediternaia seperti oregano, daun thyme, rosemary dan sage.
Para peneliti berusaha menemukan rempah terbaik yang dapat digunakan untuk produk makanan terutama daging, sebagai antioksidan alami. Lopez menemukan, antioksidan bisa mengawetkan makanan agar tetap segar karena menunda prosis oksidasi. “Proses oksidasi merupakan salah satu alasan dari pembusukan makanan dan menyebabkan menurunkan kandungan nutrisi sekaligus rasa,” ujarnya.
Alternatif tersebut, lanjut Lopez, diharapkan dapat mengurangi penggunaan antioksidan sintetis pada industri makanan serta memperpanjang usia konsumsi produk makanan. Dia menambahkan, adanya rencana untuk menanam produk cengkeh sebagai antioksidan alami yang dapat digunakan untuk mengganti antioksidan sintentis.
Orang awampun saat ini sudah tahu apa itu "antioksidan". Antioksidan yang terkandung di dalam berbagai makanan membantu kita untuk mencegah berbagai penyakit bagi orang yang sadar akan kesehatan. Banyak bahan alami seperti buah-buahan, sayu mayur, minuman mengandung antioksidan, dan banyak orang cenderung makin banyak mengkonsumsinya untuk menjauhkan diri dari penyakit. Para peneliti Spanyol melalui penelitiannya, telah menemukan bahwa terdapat kandungan antioksidan yang tinggi di dalan cengkeh, yang selama ini hanya dikenal sebagai bagian dari bumbu masak. Penemuan para peneliti Spanyol ini akan membuat perbedaan besar akan kegunaan cengkeh selama ini menjadi bahan untuk kehidupan.
Secara konvesional, cengkeh hanya dipergunakan sebagai bahan pengawet makanan. Tetapi sekerang, seperti yang dipercayai para peneliti tersebut, cngkeh memiliki kegunaan yang lebih luas. Menurut Profesor Juana Fernandez-Lopez dari Universitas Miguel Hernandez Spanyol, cengkeh memiliki kemampuan dalam penyerapan Hidrogen, mengurangi peroksidasi lemak, dan mengurangi zat besi. Dengan demikian, hal ini memungkinan, cengkeh dapat menjadi pilihan bagi pabrik makanan yang saat ini menggunakan antioksidan sintetis. Kandungan fenolic kompleks yang tinggi di dalam cengkeh adalah zat yang bertanggungjawab menjadi bahan antioksidan tersebut, kata sang Profesor.

Ternyata ada lagi catatan tentang cengkih yang lebih tua. Di Siria, Timur Tengah, sebuah penggalian arkeologis menemukan guci berisi bunga cengkih kering. Dalam guci tersebut ada iskripsi angka 1721 SM, yang menunjukkan tahun diperolehnya bunga cengkih tersebut. Berarti, bunga cengkih dari Maluku ini, secara estafet, sudah melanglangbuana lebih awal, dan lebih jauh lagi. Penemuan arkeologis ini, kemudian juga dikuatkan oleh hasil penelitian mikroskopis, bahwa bunga cengkih merupakan salah satu unsur rempah-rempah, yang digunakan untuk mengawetkan mumi para firaun di Mesir Kuno, pada periode sekitar 2000 tahun SM. Jadi, cengkih sudah merupakan komoditas sangat penting sejak tahun 2000 SM.
Komoditas bunga cengkih tetap menduduki peringkat harga tertinggi dibanding komoditas rempah lain, sampai dengan diketemukannya freezer (mesin pendingin), pada tahun 1748, oleh William Cullen (1710 –1790). Cullen seorang ahli fisika, kimia, dan pertanian dari Skotlandia, Inggris. Sebelum ada freezer, tiap musim gugur masyarakat Eropa harus memotong sapi dan domba jantan mereka, agar tidak menghabiskan cadangan jerami dan rumput kering selama musin dingin. Setelah dipotong dan dikuliti, karkas itu harus disimpan di ruang tertutup, agar tidak dimakan binatang buas. Supaya tetap segar sampai musim semi nanti, daging itu harus dilumuri serbuk bunga cengkih. Ketika itu nilai cengkih sedemikian tingginya, hingga 1 kg, setara dengan 7 gram emas.
Sebagai komoditas penting, manfaat ada dua. Pertama untuk bumbu (makanan dan minuman), kedua untuk industri farmasi. Pada zaman Mesir Kuno, cengkih digunakan sebagai pengawet mumi para firaun, bersama dengan kayu manis (Cinnamomum zeylanicum, dan Cinnamomum burmannii), karena dua jenis rempah ini memiliki kemampuan anti bakteri dan fungi paling tinggi dibanding bahan rempah lainnya. Zat utama yang terkandung dalam cengkih, dan berkhasiat sebagai anti bakteri serta fungi adalah acetyl eugenol. Selain itu cengkih masih mengandung beta-caryophyllene, vanillin, crategolic acid, tannins, gallotannic acid, methyl salicylate (painkiller), eugenin, kaempferol, rhamnetin, eugenitin, triterpenoids dan beberapa zat sesquiterpenes.
Sampai dengan tahun 1770, cengkih menjadi komoditas yang istimewa, bukan hanya karena khasiatnya, melainkan juga karena ketersediaannya. Habitat asli cengkih hanyalah kepulauan Maluku Utara, yakni Bacan, Makian, Moti, Ternate, dan Tidore). Anehnya, cengkih tidak tumbuh di pulau-pulau besar di Maluku Utara seperti Kepulauan Sula, Pulau Obi, Halmahera, dan Morotai. Hingga habitat asli tanaman cengkih memang sangat sempit. Bangsa Portugis, dan kemudian Belanda, yang menguasai Maluku, menjaga sangat ketat, agar buah (biji) cengkih tidak sampai lolos keluar. Akan tetapi tahun 1770, seorang ilmuwan Perancis berhasil menyelundupkan beberapa biji cengkih ke Mauritius.
Sejak itulah cengkih berkembang pesat di Madagaskar, Zanzibar, Brasil, Guyana, dan Kepulauan Karibia. Di Zanzibar, cengkih bermutasi menjadi lebih subur, dan lebih produktif, hingga menjadi varietas baru, yakni varietas Zanzibar, yang jauh lebih unggul dari cengkih di habitat aslinya, di Maluku Utara. Harga cengkih langsung anjlok drastis. Pas bersamaan dengan menyebarnya cengkih ke kawasan tropis di seluruh dunia, freezer juga diproduksi massal, hingga masyarakat Eropa, China, Jepang, dan kemudian juga Amerika, tidak perlu lagi memborong cengkih untuk melumuri daging sapi dan domba pada musim dingin. Belakangan di Indonesia, diketemukan inovasi membubuhkan cengkih pada rokok, yang disebut keretek. (F. Rahardi)

Selasa, 16 April 2013

PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK CPO


BAB I. PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Salah satu sumber daya alam berbasis hasil pertanian yang sangat potensial untuk bahan baku industri di Indonesia adalah minyak sawit. Luas areal kelapa sawit pada Pada tahun 2009 mencapai 7,51 juta hektar dengan produksi sebesar 18,64 juta ton minyak sawit. Minyak sawit diprediksi akan menjadi minyak nabati utama yang diproduksi di dunia. Hal tersebut tidak terlepas dari beberapa kelebihan minyak sawit antara lain harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi.
CPO (crude palm oil) merupakan produk utama dari industri kelapa sawit yang mempunyai produk turunan yang sangat beragam. CPO mempunyai peluang yang besar untuk diolah lebih lanjut namun sayangnya saat ini industri hilir minyak sawit belum berkembang dengan baik, sehingga sampai sekarang industri pengolahan kelapa sawit hanya didominasi oleh industri kilang CPO.
Belum kuatnya industri hilir (ditambah dengan masih rendahnya kapasitas dari industri pengolah dalam negeri) berimplikasi pada ekspor sawit Indonesia dalam bentuk CPO. Minyak sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi bagian mesokarp buah. Untuk mendapatkan produk – produk akhir dari minyak – minyak tersebut, diperlukan teknologi proses – proses kimia dan fisika, seperti proses – proses rafinasi, fraksinasi, hidrogenasi, intererterifikasi, dan sebagainya.
B.     TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis produk-produk turunan yang dapat dihasilkan dari CPO (crude palm oil) sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar.
C.     METODOLOGI
Makalah ini dibuat dengan metode menggunakan studi pustaka berkaitan dengan bahan yang akan dianalisis yaitu minyak kelapa sawit (CPO).

BAB II. PEMBAHASAN

A.    TINJAUAN UMUM MINYAK KELAPA SAWIT
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak.
Urutan dari turunan Kelapa Sawit:
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Jenis: Elaeis
Spesies: E. guineensis

Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang disebut CPO (Crude Palm Oil) yang dapat diolah menjadi bahan baku dalam banyak produk turunannya, seperti minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi.

Kurang lebih 90 persen minyak sawit selama ini sudah digunakan untuk produk dan bahan pangan seperti minyak goreng, margaring, shortening, minyak salad, lemak kue, cocoa butter substitute, dan lain – lain. Sisanya, sebesar 10 persen digunakan untuk industri non pangan seperti produk – produk kosmetik, oleokimia, dan sebagainya (Kosasih dan Harsono, 1991). Nilai tambah yang dapat diperoleh dalam minyak sawit dibandingkan dengan minyak yang lain adalah kandungan karotennya yang bewarna merah – kuning, yang setara dengan 60.000 IU aktivitas vitamin A. Namun selama ini pada proses pengolahan, warna merah dalam minyak sawit dihilangkan untuk memperoleh minyak goreng yang jernih.
Pigmen karotenoid sebagian besar terdiri atas alfa, beta, gamma karoten dan likopen, yang diperlukan oleh tubuh sebagai precursor vitamin A. Dengan pertimbangan nilai nutrisi beta karoten yang potensial dalam minyak sawit, perlu dilakukan beberapa upaya yang dapat mempertahankan dan memanfaatkan minyak sawit sebanyak – banyaknya. Minyak sawit juga mengandung  tokoferol  (Vitamin E ) yang dapat berperan sebagai antioksidan dan fitosterol yang merupakan jenis sterol yang sulit diserap oleh bahan pencernaan, bahkan dapat menghambat penyerapan sterol dari makanan ( Rajanaidu 1988, Adnan 1991 dan Packer 1991 ). Dengan demikian minyak sawit sangat berguna untuk mencegah timbulnya penyakit – penyakit avitaminosis, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit jantung coroner, dan penyakit jantung ( Adnan ,1991 , Muhilal , 1991 , Packer , 1991 , Iwasaki dan Murakoshi , 1992).

B.     DATA PRODUKSI MINYAK SAWIT (CPO), EKSPOR & IMPOR, LUAS DAN SEBARAN AREA PRODUKSI (2006-2011)
Secara umum pola perkembangan luas areal kelapa sawit di Indonesia pada periode tahun 1970–2009 cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 11,12% (Gambar 1.1). Berdasarkan atas status pengusahaannya, maka luas areal kelapa sawit sangat berfluktuasi namun cenderung terus mengalami peningkatan untuk luas areal PR (Perkebunan Rakyat) dan PBS(Perkebunan Besar Swasta) masing-masing sebesar 34,53% dan 14,18%, sedangkan pola pertumbuhan luas areal kelapa sawit PBN (Perkebunan Besar Negara) hanya sebesar 4,75%.
Seiring dengan peningkatan luas areal kelapa sawit, maka produksi kelapa sawit Indonesia dalam wujud produksi minyak sawit selama tahun 1970-2009 juga cenderung meningkat. Jika pada tahun 1970 produksi minyak sawit Indonesia hanya sebesar 216,8 ribu ton maka pada tahun 2009 meningkat menjadi 18,64 juta ton atau tumbuh rata-rata sebesar 12,47% per tahun.
Sentra produksi minyak sawit Indonesia terutama berasal dari 7 (tujuh) provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,80% terhadap produksi minyak sawit Indonesia, seperti yang disajikan pada Gambar 1.3. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan provinsi sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 28,52% dan 17,77%, disusul berturut-turut provinsi Sumsel, Kalteng, Jambi, Kalbar dan Sumbar masing-masing sebesar 10,19%, 7,92%, 7,04%, 5,44%, dan 4,94%.

C.     SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)
Sifat fisik dan kimia dari minyak sawit kasar (CPO) dan hasil tahapan produksi yang diperoleh melali hasil survei MARDI ( 1977 / 78 ) dan PORIN (1979 / 1980) (Pantzaris, 1997). Sifat fisik dan kimia disajikan dalam table 1 dan table 2 menyajikan komposisi TAG sawit kasar.


No.
Karakteristik yang diidentifikasi
Nilai Pengamatan (min – maks)
Rata – rata (n=215)
Standard deviasi
1.
Densitas relative 50o C/air suhu 25 o C
0.8919-0.8932
0.8927
0.0002
2.
Indeks refraktif n D 50 C
1.4546-1.4560
1.4533
0.0005
3.
Bilangan penyabunan, mg KOH/g minyak
190.1-201.7
195.7
2.46
4.
Materi tak tersabunkan, %
0.15-0.99
0.51
0.165
5.
komposisi asam lemak (% berat sebagai ester metil)
C12:0
C14:0
C16:0
C16:1
C18:0
C18:1
C18:2
C18:3
C20:6


0-0.4
0.6 – 1.7
41.1-47.0
0-0.6
3.7-5.6
38.2-43.5
6.6-11.9
0-0.5
0-0.8


0.1
1.0
43.7
0.1
4.4
39.9
10.3
-
0.3


0.06
0.12
0.92
0.14
0.29
0.70
0.58
-
0.24
6.
Bilanangan iod, wijs
50.6-55.1
52.9
0.89
7.
Slip point, o C
30.8 – 37.6
34.2
1.43
8.
Total karotenoid (sebagai β karotenoid) mg/kg
500-1000
-
-

Berdasarkan hasil analisis 215 sampel, dari instalasi milling dan bulking seluruh Malaysia selama 12 bulan. PORIM survei 1979/1980.
D.    STANDAR MUTU MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)
Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama, benarbenar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifatsifat fisiknya, yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masingmasing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.
    Syarat Mutu
No
Karakteristik
Syarat
Cara pengujian
1
Warna
Kuning jingga sampai hingga kemerah-merahan
Visual
2
Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat), %(bobot/bobot), maks
5,00
BS 684 – 1958
3
Kadar kotoran, %(bobot/bobot), maks
0,05
SNI 01-3184-1992
4
Kadar air, %(bobot/bobot), maks
0,45
BS 684 – 1958
Sumber : Badan Standar Nasional

E.     KOMPOSISI KIMIA MINYAK KELAPA SAWIT (CPO)

Minyak sawit kasar (CPO) mengandung sejumlah komponen – komponen seperti asam lemak bebas (free fatty acid / FFA), asam lemak tak jenuh ganda sebanyak 47 %, asam lemak jenuh sebesar 53 %, fosfatida, air, karotenoid, komponen – komponen yang memberikan rasa dan bau, dan komponen – komponen lain dalam jumlah sangat kecil (komponen – komponen minor) seperti beta-karoten sekitar 500 – 700 ppm, vitamin E atau tokoferol sekitar 1000 ppm, tokotrienol,  fitosterol (Basiron, 1996) . Meskipun komponen – komponen tersebut berupa komponen – komponen minor, tetapi dalam jumlah yang sedikit pun dapat memberikan manfaat dalam satuan metabolisme tubuh manusia. Pada suhu kamar minyak sawit kasar (CPO) berbentuk semi padat dengan titik cair berkisar antara 40 – 47 derajat C. Titik cair minyak kelapa sawit merupakan kisaran dari nilai yang menunjukan gliserida penyusunnya yang terdiri dari asam – asam lemak dengan titik cair yang masing –masing berbeda (Bernadini, 1883).
Ukuran dari asam lemak (Fas) dalam minyak kelapa sawit sebagai acuan:
Kadar Asam Lemak Dalam Minyak Lemak
Tipe Asam Lemak

Persentase
Palmitic C16
Lemak jenuh
44.3 %
Stearic C18
Lemak jenuh
4.6 %
Myristic C14
Lemak jenuh
1.0 %
Oleic C18
Satu lemak tidak jenuh
38.7 %
Linoleic C18
Banyak lemah tidak jenuh
10.5 %
Lainnya

0.9 %

F.    ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT
CPO sebagai produk turunan dari kelapa sawit dapat diolah lebih lanjut / diversifikasi menjadi produk pangan maupun non pangan yang dapat memberikan nilai tambah dibanding yang lebih besar dibanding produk awalnya yang hanya berupa minyak sawit. Sebagai gambaran berikut akan diuraikan pertambahan nilai tambah yang didapat dari produk turunan minyak kelapa sawit. Produk level pertama kelapa sawit berupa CPO akan memberikan  nilai tambah sekitar 30% dari nilai tandan buah segar (TBS), jika diolah menjadi minyak goreng nilai tambahnya meningkat menjadi 50% basis TBS dan 20% basis CPO. Selanjtnya jika diolah menjadi asam lemak (fatty acid) nilai tambahnya menjadi 100% basis TBS, menjadi ester nilai tambah yang diperoleh meningkat menjadi sekitar 150 - 200 % basis TBS, menjadi surfaktan atau emulsifier nilai tambahnya menjadi sekitar 300 - 400 % basis TBS, selanjutnya jika diolah menjadi bahan kosmetik nilai tambah yang diperoleh meningkat menjadi sekitar 600 – 1000 % basis TBS (Said Didu, 2003).
Produk non pangan dapat diarahkan pada produk surfaktan, bio diesel, pelumas, gemuk, dan bahan aditif untuk bahan bakar, sedangkan produk pangan meliputi : minyak goreng sawit merah (kaya beta-karoten), margarin, CBS, tokoferol, shortening dan pengemulsi.
Pada produk bio diesel, minyak kelapa sawit bisa menjadi pengganti dari minyak bumi untuk dijadikan bahan bakar diesel. Saat ini persediaan minyak bumi di dunia makin tipis. Dalam waktu dekat, tidak mustahil lagi jika persediaan minyak bumi akan habis. Jika hal tersebut terjadi, generasi penerus tidak akan bisa menikmati minyak bumi. Karena itu, minyak kelapa sawit bisa dijadikan sebagai pengganti minyak bumi. Selain meningkatkan nilai tambah dari kelapa sawit itu sendiri yaitu menjadi minyak sawit, minyak kelapa sawit (CPO) bisa juga digunakan sebagai pengganti minyak bumi untuk bahan bakar diesel (bio diesel). Dengan demikian, nilai tambah yang dihasilkan oleh minyak kelapa sawit tidak hanya satu melainkan dua.
CPO juga dapat diproduksi lebih lanjut menjadi pelumas (rolling oil). Rolling oil merupakan salah satu pelumas yang digunakan pada industri baja. Rolling oil digunakan dalam proses penipisan baja, fungsi utamanya adalah untuk mengendalikan gesekan dan melindungi lembaran baja dan rol dari goresan, dan kerusakan lainnya. Pemanfaatan minyak sawit (CPO) sebagai bahan baku minyak pelumas ini dilakukan dengan menerapkan proses hidrogenasi pada minyak sawit.
Selain itu CPO juga dapat diolah lebih lanjut menjadi surfaktan. Selama ini surfaktan/emulsifier disintesis dari minyak bumi (petrokimia). Namun mengingat kuantitas minyak bumi yang semakin menipis maka perlu dicari sumber lain. Minyak sawit dapat digunakan sebagai penghasil surfaktan. Surfaktan dari kelapa sawit ini memiliki beberapa kelebihan seperti mudah terurai secara biologi (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan, dan ketersediaan bahan baku yang selalu berkesinambungan karena minyak sawit merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Surfaktan digunakan dalam berbagai industri, seperti industri pangan, farmasi, perminyakan, pertambangan, obat-obatan, bahan peledak, kosmetik, cleansing dan washing produk.
Pengolahan CPO menjadi gliserin diperoleh pada proses hidrolisa dapat lebih dimurnikan (di atas 95 %) dengan cara penguapan berganda dan dilanjutkan dengan destilasi dan deioniasi (Tien R. Muchtadi, 1996). Gliserin dapat digunakan sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan dalam pembuatan shampoo, obat kumur-kumur, dan pasta gigi. Gliserin juga digunakan sebagai hemactan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, zat alkit, selofan, adesif, plester, dan sabun.
CPO juga dapat diolah menjadi asam lemak. Proses pengolahannya secara singkat adalah sebagai berikut : Pertama-tama pembebasan fosfatida dengan asam fosfat, lalu pencucian untuk menghilangkan sisa asam fosfat yang dilengkapi dengan degumming. Setelah minyak dibersihkan kemudian diuraikan menjadiasam lemak dan gliserol dengan menambahkan air demineral pada suhu 250 – 2550C dan tekanan 50 – 55 bar. Asam lemak kasar yang dihasilkan, dimurnikan untuk memperoleh produk yang stabil dengan proses hidrogenasi, destilasi atau fraksinas (Loebis, 1988).